- Back to Home »
- Ibu. Malaikat tanpa sayap~
Posted by : Akmalia Nur Syukrika
Kamis, 19 Februari 2015
“IBU,
masakin air bu. Aku mau mandi pakai air hangat,” seorang anak meminta ibunya
menyiapkan air hangat untuk mandinya.
Sang ibu
dengan ikhlas melaksanakan apa yang diperintah oleh sang anak.
Dengan suara
lembut ibunya menyahut, “Iya, tunggu sebentar ya, sayang!”
“Jangan
terlalu lama ya Bu! Soalnya saya ada janji sama tema,.” ujar sang anak.
Tidak lama
kemudian sang ibu telah usai menyiapkan air hangat untuk buah hatinya.
“Nak, air
hangatnya sudah siap,” ibu itu memberi tahu.
“Lama sekali
sih, Bu…” sang anak sedikit membentak.
Setelah
selesai mandi dan berpakaian rapi, sang anak berpamitan kepada ibunya, “Bu,
saya keluar dulu ya, mau jalan-jalan sama teman.”
“Mau kemana
nak?” tanya sang ibu.
“Kan sudah
aku bilang, saya mau keluar jalan-jalan sama teman,” kata sang anak sambil
mengerutkan dahi.
Malam
harinya, sang anak pulang dari jalan-jalan, sesampainya di rumah ia merasa kesal
karena ibunya tidak ada di rumah. Padahal perutnya sangat lapar, di meja makan
tidak ada makanan apa pun.
Beberapa
saat kemudian, ibunya datang sambil mengucapkan salam, “Assalamu’ alaikum..
Nak, kamu sudah pulang? Sudah dari tadi?”
“Hah, ibu
dari mana saja. Saya ini lapar, mau makan tidak ada makanan di meja makan.
Seharusnya kalau ibu mau keluar itu masak dulu…” kata si anak dengan suara
sangat lantang.
Sang ibu
mencoba menjelaskan sambil memegang tangan anaknya, “Begini sayang, kamu jangan
marah dulu. Ibu tadi keluar bukan untuk urusan yang tidak penting, kamu belum
tahukan kalau istrinya Pak Rahman meninggal?”
“Meninggal?
Padahal tidak sakit apa- apa kan, Bu?” sang anak sedikit kaget, nada suaranya
juga tidak tinggi lagi.
“Dia
meninggal waktu Maghrib tadi. Dia meninggal saat melahirkan anaknya. Kamu juga
harus tahu nak, seorang ibu itu bertaruh nyawa saat melahirkan anaknya,” ibu
memberikan penjelasan.
Hati sang
anak mulai terketuk, dengan suara lirih ia bertanya pada ibunya, “Itu artinya,
ibu saat melahirkanku juga begitu? Ibu juga merasakan sakit yang luar biasa
juga?”
“Iya anakku.
Saat itu ibu harus berjuang menahan rasa sakit yang luar biasa. Namun, ada yang
lebih sakit daripada sekadar melahirkanmu, nak,” sang ibu menjawab.
“Apa itu,
Bu?” sang anak ingin mengerti apa yang melebihi rasa sakit ibunya saat
melahirkan dia.
Sang ibu tak
mampu menahan air mata yang mengalir dari setiap sudut matanya seraya berkata,
“Rasa sakit saat ibu melahirkanmu itu tak seberapa, bila dibandingkan dengan
rasa sakit yang ibu rasakan saat dirimu membentak ibu dengan suara lantang,
saat kau menyakiti hati ibu, Nak.”
Si anak langsung menangis dan memohon ampun atas
apa yang telah diperbuat selama ini pada ibunya.